Long Distance Relationship, begitulah
banyak orang menyebutnya. Sebuah kisah cinta penuh cerita. Cerita
tentang pengorbanan, cerita tentang kesetiaan, tentang kesabaran,
tentang kedewasaan, tentang perselingkuhan hingga cerita tentang putus
di tengah jalan.
“ku kayuh sepeda kumbangku….
ku berkhayal andai dapat mengantarkanku, sampai ke rumahmu…
seandainya aku bisa terbang
kan ku jelang kekasih….”
Memutuskan
untuk tetap berpasangan saat mata tak saling melihat adalah hal yang
luar biasa. Meski untuk itu seseorang harus siap Lelah Diterpa Rindu. Meski
untuk menjalaninya seseorang perlu sekuat tenaga meredam cemburu.
Cemburu pada keramaian, saat melihat sepasang manusia lainnya saling
menggenggam tangan, ia hanya menggenggam angin. Saat hujan sepasang
manusia berpayung berduaan, aku berpayung dengan siapa ?. Saat Sabtu
malam tiba, semua orang keluar merenda kasih, aku hanya jadi penunggu
rumah kos, menatap layar laptop sambil memegang tisu. Ketika di dalam
cafe semua meja penuh berpasangan, meja miliknya justru selalu
menyisakan satu kursi kosong. Ini tak adil, bukan ?.
Memutuskan
untuk tetap berpasangan saat raga tak saling dekat adalah hal yang luar
biasa. Meski untuk menjalaninya seseorang harus siap mendengarkan
banyak suara-suara miring tentang nasib pelaku LDR, tentang kisah cinta jarak jauh yang kerap berujung antiklimaks.
Antiklimaks
dalam hubungan jarak jauh sebenarnya kerap juga terjadi dalam kisah
cinta jarak dekat pada umumnya. Hanya saja antiklimaks dalam LDR terasa lebih menyesakkan karena sering dibumbui cerita hadirnya orang ketiga. Antiklimaks dalam LDR juga
terasa lebih menguras perasaan jika mengingat pengorbanan yang sudah
dipersembahkan untuk mencoba mengerti dan percaya satu sama lain.
Cerita cinta jarak jauh memang kerap melahirkan banyak ending yang
mengundang empati. Dan suara-suara miring tentang akhir cerita sebuah
LDR membuat banyak pelakunya takut menjalani. Cerita-cerita antiklimaks
hubungan LDR akhirnya sering membuat pelakunya ragu untuk tetap saling
mempertahankan. Buat apa menjalani cinta begini jika akhirnya juga akan
sendiri ?. Untuk apa tetap berdua jika ini hanya sebuah jomblo yang
tertunda ?.
Semua
orang tahu apa itu LDR. Tapi hanya pelakunya yang mengerti pasti rasanya
menjalani kisah cinta jarak jauh. Mereka bahagia tapi kadang juga
menderita. Mereka mencoba saling percaya tapi sering tak bisa mengelak
dari rasa curiga. Menuntaskan rindu lewat suara di ujung telepon atau
tatap muka lewat video tidak pernah bisa mengganti tatapan mata secara
langsung. Pesan saling menguatkan kadang terasa hambar tanpa pelukan.
Apalagi jika masalah melanda, menyelesaikannya dari sambungan telepon
kadang malah memperburuk keadaan. Pada akhirnya mereka yang menjalani
LDR kerap merasa hubungan mereka seperti bohong belaka. Mereka terikat
janji tapi seperti tak memiliki, jadi apa bedanya dengan para single
lain ?. Pikiran-pikiran itu akhirnya sering membuat para pelaku LDR
merasa lelah.
Bicara
itu mudah, berjanji dalam hati juga tidak sulit. Tapi tak ada yang lebih
tahu perasaan tersiksa dari hubungan jarak jauh kecuali mereka para
pelaku LDR. Tersiksa oleh rasa curiga dan cemburu. Tersiksa oleh
kekhawatiran akankah hubungan ini akan bermuara indah atau hanya akan
berakhir sama seperti cerita-cerita korban LDR ?. Sebenarnya tak ada
beda yang benar-benar nyata antara cinta jarak dekat dan cinta jarak
jauh. Selagi ada niat menjaga hati, semua masalah bisa teratasi.
Jodoh memang sudah dituliskan dalam suratan Tuhan. Tapi menyerah bukan cara yang dianjurkan Tuhan. Memutuskan
untuk tetap berpasangan dalam rentangan jarak yang jauh adalah hal luar
biasa yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang pilihan. Siapa
bilang cinta jarak jauh hanya menghadirkan rasa jenuh ?. Justru
sebaliknya, pelaku LDR adalah orang-orang yang diberikan banyak perasaan
istimewa. Hanya pelaku LDR yang memahami indahnya pertemuan setelah
menyimpan rindu sekian lama. Hanya pelaku LDR yang bisa menghargai
pengorbanan pasangan melintas ratusan kilometer untuk bisa tiba di muka
rumah, mengetuk pintu, dan mengucap “hai…”. Hanya pelaku LDR yang bisa
merasakan indahnya kejutan surat di muka pintu atau berdebar-debar
menanti layar skype dan chatting terbuka. Dan hanya pelaku LDR yang bisa
menguji cintanya lewat ujian-ujian yang tak dialami orang lain.
Menjaga
hati memang tak mudah. Apalagi ketika konflik batin dan pikiran beradu.
Ketika hati ingin bertahan, tapi pikiran justru diserbu banyak godaan.
Hubungan ini memang berkomitmen tapi tak pasti. Untuk apa menjaga hati
jika akhirnya sendiri ?. Rasa semacam itu kerap sekali membuat pelaku
LDR tersiksa. Siksaan yang kerap menggoda para pejuang LDR untuk
menyerah.
Tapi
lihatlah, banyak orang yang sanggup lewati waktu dengan bahagia. Banyak
orang yang dengan sederhana menjalani harinya di kejauhan hingga
akhirnya bisa menjemput pasangannya di hari bahagia. Banyak pejuang LDR
yang diam-diam tanpa banyak kata bisa membingkai cerita cinta abadi.
Tak ada
satupun jenis hubungan, entah LDR, entah jarak dekat yang selalu
berjalan mulus. Tapi banyak pejuang LDR yang berhasil melalui hari
menembus jarak dan meraih bahagia. Sebaliknya, banyak pasangan satu
kampus yang bubar jalan di tengah semester. Jadi apa yang ditakutkan
dalam sebuah hubungan LDR selagi ada komitmen dan kesungguhan hati untuk
saling menjaga dan percaya ?. Rasa curiga dan cemburu jadikanlah
anugerah untuk saling mengingat. Rindu yang berkepanjangan jadikanlah
pupuk untuk menyemai pertemuan yang lebih berarti di masa nanti.
Bukankah rasanya indah memiliki kesetiaan dari dan untuk pasangan ?.
Bagaimana
dengan orang ketiga ?. Takkan datang orang ketiga kecuali sengaja
diundang. Jadi selagi hati kita terjaga untuk tak bermain dan mengundang
pemeran pengganti, kita pun bisa berharap pasangan yang jauh di sana
akan bertindak serupa. Godaan terhebat pun takkan pernah tega
menghampiri mereka yang setia.
Banyak
buku dan petuah orang ternama yang berusaha memberikan tips sukses
menjalani hubungan jarak jauh. Tapi semua itu sesungguhnya cukup
dirangkum lewat dua hal yaitu cinta dan syukur. Mensyukuri anugerah
cinta apapun keadaannya akan membuat orang semakin dewasa. Demikian juga
dalam hubungan jarak jauh ini, rasa syukur dapat mengatasi segala
rintangan dan rentangan jarak.
Jangan
melihat antiklimaks dari pelaku LDR yang gagal menjaga hati. Itu bukan
karena jarak yang memisahkan, tapi karena cintanya yang tak ada. Jangan
merangkum cerita dari para korban LDR yang gagal setia tapi berdalih
jomblo yang tertunda. Itu bukan karena jarak yang terentang jauh, tapi
karena hatinya yang mudah tergoda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar